Senin, 30 Juli 2012

Beban Berat Gebernur Baru


Oleh: Jefri Susetio
            SENIN, 17 April 2012, Komisi Independent Pemilihan (KIP) Aceh melakukan rapat pleno di gedung DPRA, Rapat pleno yang di hadirin KIP se-Aceh dan saksi dari empat calon kandidat gebernur kecuali saksi dari kubu irwandi yang absen. menetapkan DR Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf sebagai Gebernur dan wakil Gebernur Aceh untuk periode 2012-2017.
            Kemenangan ini mengigatkan saya dengan sebuah istilah yang diberikan untuk Bill Clinton, Presiden Amerika Serikat. the comeback kid, istilah ini muncul kerena Bill Clinton di kenal “lihai” dalam berpolitik. “kelihaian” Bill Clinton membuat lawan politiknya selalu gagal dan beliau tampil sebagai pemenang. Dalam konteks Politik Aceh saat ini, the comeback kid sebuah istilah yang pantas diberikan untuk Partai Aceh, mengigat Partai Aceh telah membuktikan bahwa dirinya selalu tampil sebagai “jawara” dalam setiap “pergulatan” politik di Aceh.
            Sebagai gebernur baru, akankah DR Zaini Abdullah terus bersinar ? apakah dalam pemilukada 2017, ia bakal terpilih kembali kerena prestasi pemerintahannya ? ataukah dia bakal mengikuti pola sedih gebernur Aceh sebelumnya ?
            Pertanyaan ini muncul karena sejarah kepemimpinan gebernur Aceh bukanlah kisah yang menyenangkan. Abdulallah puteh misalkan mengakhiri drama politiknya sebagai gebernur Aceh dengan dramaktis, wibawa dan karakternya terbunuh karena tersandung kasus korupsi.
            Irwandi tampil sebagai gebernur alternatif di Aceh. Pasca konflik dan Tsunami rakyat sangat berharap banyak dengan beliau. awalnya beliau di puji karena program kerjanya di anggap pro rakyat. namun akhirnya, irwandi di tolak rakyat untuk memerintah kembali dalam pemilukada langsung.
            Dinamika politik di Aceh saat ini penuh warna, dan dinamis. dengan sumber keuangan yang besar tentu saja harapan rakyat atas kinerja zaini Abdullah samangkin besar pula. Semangkin besar harapan maka semangkin mudah kecewa.
            mayoritas masyarakat Aceh mengharapkan Zaini Abdullah sukses memimpin Aceh. Namun disisi lain banyak pihak atau eliet politik yang mengharapkan sebaliknya. Pertarungan eliet politik di Aceh tampaknya akan menjadi permanen. Dan “endingnya” untuk mengurangi popularitas Partai Aceh.
            Zaini Abdullah mungkin saja tidak mendapatkan ganguan diparlemen. Kerena mayoritas anggota DPRA dari Partai Aceh, namun Zaini Abdullah belum tentu mampu mengendalikan kalangan civil society sebagai pengontrol kebijakanya di luar parlemen. “Kelak” apabila kebijakan Zaini Abdullah tidak populer dan di anggap tidak pro rakyat maka gerakan-gerakan protes akan terus bermunculan dan hal ini bakal di manfaatkan oleh berbagai eliet untuk menggoyang Zaini Abdullah.
            Hanya pemerintahan yang bersih dari korupsi. dan kebijakan yang menyentuh hati rakyat.lah yang harus diwujudkan. apabila Zaini Abdullah ingin terus mendapatkan dukungan rakyat. untuk menghujudkan kebijakan yang menyentuh rakyat, apa yang dapat di kerjakan gebernur baru ?
selama kampanye Zaini Abdullah dan Muzakir manaf (ZAKIR) sudah menjanjikan berbagai perubahan untuk Aceh seperti melanjutkan Program JKA, Naik Haji gratis, mengangkat pegawai honorer menjadi PNS, pendidikan gratis dari TK hingga perguruan tinggi, memberi bantuan 1 juta setiap per-bulannya untuk tiap KK, mendatangkan dokter asing, dan yang paling fenomenal adalah menjadikan Aceh seperti Singgapore, Brunei, Qatar. Terlepas janji kampanye ini di anggap rasioanal dan inrasional oleh berbagai kalangan yang jelas rakyat mengharapkan perubahan taraf hidup yang lebih baik. Gebernur akan di anggap seperti “supermen” apabila dapat membuktikan janji manisnya.
            Untuk menghujudkan “janji manis”nya, medan berat pertama yang harus di hadapi Zaini Abdullah adalah secepatnya mungkin megurangi penganguran di Aceh. Kenapa ? karena angkah penganguran di Aceh masih tinggi. pada Februari 2012 saja penganguran di Aceh mencapai 164 ribu jiwa. meningkat 15 ribu jiwa lebih di banding 2011 (Analisa, 12 mei 2012).
            Besarnya angkah penganguran di Aceh akan menjadi permasalahan yang urgen untuk Aceh mulai dari pemicu tingkat kriminalitas sampai pada meningkanya angkah kemiskinan, dan hal ini juga dapat menjadi indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh saat ini sangat lambat. Kalau memang Zaini Abdullah ingin menjadikan Aceh seperti Singgapore, Qatar dan Brunei hal yang paling utama yang harus di lakukan adalah megurangi angkah penganguran di Aceh.
            Selama ini pemerintah tidak memiliki solusi jitu untuk megurangi angkah penganguran indikasinya adalah pernyataan irwandi yang memintah warga Aceh untuk mencari kerja di luar Aceh (Harian Aceh, 22 Desember 2011). Akankah kegagalan irwandi akan terulang kembali ? dan sudahkah Zaini Abdullah mempersiapkan beragam solusi untuk mengatasi masalah ini ? rakyat Aceh menanti.
            Tantangan yang dihadapi gebernur baru Adalah mampukah gebernur baru mengurangi penganguran di Aceh ?  Di balik perekonomian mikro negara yang sedang “kembang-kempis”. Ada sekitar 164 ribu orang menanti pekerjaan di Aceh. Pekerjaan butuh investasi dan investasi butuh kenyamanan lingkungan. Mulai dari keamanan, perpajakan, penegakan supremasi hukum dan birokrasi yang efisien dan bersih.
Ketika berbagai masalah yang menghambat tumbuhnya investasi di Aceh tidak dapat di atasi dalam waktu singkat. Maka janji manis Zaini Abdullah-muzakir manaf saat kampanye akan sulit terpenuhi selama Dua tahun kepemimpinannya. Bahkan 5 tahun kepemimpinannya, dan Aceh yang akan di jadikan seperti Brunie, Singapore dan Qatar hayalah “khayalan”.
Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf di hadapkan dengan tantangan yang sangat berat saat ini. Ketika ia tampil dengan inovasi yang biasa-biasa saja. Di pastikan Zaini Abdullah akan gagal menghujudkan janjinya dan tentu saja mengulangi kisah tragis gebernur Aceh sebelumnya, yang di puja di awal dan di tolak untuk memimpin Aceh kembali. Perlu inovasi yang luar biasa, dan reformasi birokrasi yang maha dasyat kalau Zaini Abdullah ingin berhasil membawa perubahan untuk Aceh.

Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik di Universitas Malikussaleh Aceh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar