Senin, 02 Juli 2012


PKS “dikucilkan” dari Koalisi .....?
Oleh : Jefri Susetio

BERBAGAI media sangat heboh memberitakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang “dikucilkan” dari koalisi, bagi media isu ini sangat “seksi”. apalagi setelah rapat Paripurna DPR yang membahas kenaikkan harga BBM. Seperti biasa PKS kembali bersebrangan dengan rekan-rekanya di setgab. Lantas apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana cara mengatasi masalah ini. ?
Sejak awal SBY berkuasa, PKS terkesan memainkan peran “kaki dua” dalam perpolitikan, ini tercermin dengan skanario yang kerap di “lakoni” PKS. PKS memang berkoalisi dengan pemerintah namun disisi lain PKS terkesan sebagai oposisi pemerintah. indikasinya kebijakan fraksi PKS di DPR selalu bertentangan dengan kemauan rekan-rekanya di setgab, dan hal ini membuat “geram” partai demokrat.
Keputusan PKS yang menolak kenaikkan BBM saat sidang paripurna, menjadi perbincangan “hangat” di kalangan politisi demokrat. Tak tanggung-tanggung berbagai eliet parpol yang tergabung di setgab menyarankan agar PKS dikeluarkan dari Koalisi, Guna merespon sikap tersebut. selasa (3/4/2012) SBY membuat rapat tertutup dengan setgab untuk membahas sikap “pembangkangan” PKS.
Hasil rapat masih belum “terungkap”, SBY masih diam, namun “suhu” politik pun terus memanas. saling serang dengan aneka komentar pun kian gencar, tudingan yang di alamatkan kepada PKS pun tidak bisa di elakkan. ada yang mengatakan PKS bermuka dua, adapula yang mengatakan PKS sebaiknya keluar dari koalisi. komentar “sumbang” terus bermunculan, namun hanya satu komentar yang kerap di keluarkan PKS, “kami belum mengambil  keputusan, dan tidak mungkin kami mengambil keputusan dengan informasi yang beredar” kalau pun kami dikeluarkan dari koalisi kami siap (mahfudz, viva news kamis 5/4/2012).
Inti dari komentar mahfudz adalah PKS tidak akan tarik diri dari koalisi, kanapa ? karena PKS memiliki pertimbangan matang dalam menyikapin masalah ini. ada dua pertimbangan yang bisa kita analisis pertama atas pertimbangan konstitusi, dan kedua pertimbangan politik.
PKS paham betul ketika dengan sendirinya keluar dari koalisi dengan menarik kadernya dikabinet “berakti melanggar konstitusi” karena partai tidak punya HAK konstitusi untuk manarik menterinya yang sedang bertugas membantu presiden. Partai yang manarik menterinya dari kabinet, itu sama saja ingin membooikot jalannya pemerintahan dan itu tidak sehat guna perjalanan pemerintahan (peryataan irman putra sidin, media indonesia 1/4/2012).
Sikap menunggu PKS dan bertahan atas “hujatan” yang di keluarkan setgab, akan membangun image yang positif untuk partai ini. karena dalam “guncangan” politik seperti ini, citra PKS sebagai partai yang di korbankan atas keberanianya untuk menolak BBM dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat akan terbentuk.
PKS harus mengelaborasi dirinya agar tampil bedah dengan partai islam lainnya, elaborasi saat ini bukan harus melawan komentar dari demokrat. Yang harus lebih di kaji justru bagaimana memainka isu dari “hujatan” yang di keluarkan demokrat.
Elaborasi ini penting ketika kita melihat data LSI mengenai popularitas partai politik yang di rilis bulan maret 2012. berdasarkan hasil surve yang di rilis LSI, PKS mengalami penurunan tingkat pemilih. PKS hanya menduduki posisi ketujuh, merosot tiga poin dari pemilu legislatif 2009. Posisi seperti ini yang harus di manfaatkan oleh PKS agar mampu menaikan tingkat pemilihnya.
Runyamnya situasi yang di alami PKS akan berbuah manis ketika kader PKS mampu mengambil inisiatif mendisain marketing politik di balik segala peristiwa ini, apalagi ketika PKS benar-benarnya di keluarkan dari koalisi, PKS akan lebih mudah mengambil hati pemilih yang “melankolis”. Dan ketenangannya ketika “dihujat”, membuat PKS punya tempat khusus di hati rakyat.
Situasi ini baru pertama kali di alami dalam sejarah perpolitikan di indonesia, belum ada rujukan presiden mengenai langkah apa yang harus di lakukan. Namun dalam aturan ketatanegaraan formal jelas presiden memiliki hak prerogratif, dengan hak ini presiden memiliki hak untuk mengangkat dan memberentikan menteri. Bahkan presiden tidak perlu meminta persetujuan parlemen dan menteri yang bersangkutan.
Tetapi yang mesti di ingat adalah sistem presidensial “banci” yang dianut indonesia, dengan banyaknya partai politik. Presiden harus menjaga koalisi kalau ingin kekuasaannya stabil, hal inilah kemudian yang membuat SBY masih diam dan berpikir dengan segalah pertimbangan. ketika PKS menjadi oposisi peluang untuk menjatuhkan SBY sangat terbuka lebar, pertarungan politik akan semangkin memanas.
Komunikasi eliet solusinya.
            Setuasi ini sebenarnya normal dan wajar, tidak ada yang seharusnya yang dibesarkan. Situasi saat ini menjadi panas kerena persoalan ini “digoreng” oleh media massa. Tentunya media massa memiliki kepentingan untuk memberitakan kasus ini ke publik, karena kasus ini merupakan “hot issue”.
            Yang menjadi persoalan tidak hanya aturan ketatanegaraan legal formal, atau prinsip-prinsip dalam berkoalisi, namun saat ini yang menjadi masalah adalah perkembangan komunikasi antara PKS dan SBY.
            Pertemuan SBY dengan setgab selasa (3/4/2012) tanpa mengundang eliet PKS merupakan sebuah bukti bahwa komunikasi antara SBY dan PKS tidak berjalan dengan baik. masalah ini dapat di minimalkan jika SBY atau PKS mau mengambil inisiatif untuk membangun hubungan komunikasi.
            Jika PKS bertemu SBY, kemudian PKS menjelaskan alasanya menolak kenaikkan BBM secara “gamblang”. Dan SBY juga mengungkapkan landasan kebijakannya untuk manaikkan harga BBM, dan kekecewaannya dengan PKS yang kerap kali sering bersebrangan dengan kebijakan yang di lakukan pemerintah. Tentu hubungan komunikasi ini akan lebih baik ketimbang SBY diam dan membiarkan “perang” opini di media.
            Yang harus di ingat oleh SBY dan PKS adalah persoalan yang di hadapi bangsa ini sudah cukup banyak. Terbinanya komunikasi antar eliet mungkin belum dapat menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Tetapi terbinanya komunikasi yang baik antara kedua eliet, setidaknya mengurangi kisruh yang ada saat ini.
Penulis adalah staf devisi HAM dan LINGKUNGAN di Komuditas Demokrasi Aceh Utara (KDAU).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar