PKS
“dikucilkan” dari Koalisi .....?
Oleh
: Jefri Susetio
BERBAGAI
media sangat heboh memberitakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang
“dikucilkan” dari koalisi, bagi media isu ini sangat “seksi”. apalagi setelah
rapat Paripurna DPR yang membahas kenaikkan harga BBM. Seperti biasa PKS
kembali bersebrangan dengan rekan-rekanya di setgab. Lantas apa yang sebenarnya
terjadi, dan bagaimana cara mengatasi masalah ini. ?
Sejak
awal SBY berkuasa, PKS terkesan memainkan peran “kaki dua” dalam perpolitikan,
ini tercermin dengan skanario yang kerap di “lakoni” PKS. PKS memang berkoalisi
dengan pemerintah namun disisi lain PKS terkesan sebagai oposisi pemerintah.
indikasinya kebijakan fraksi PKS di DPR selalu bertentangan dengan kemauan
rekan-rekanya di setgab, dan hal ini membuat “geram” partai demokrat.
Keputusan
PKS yang menolak kenaikkan BBM saat sidang paripurna, menjadi perbincangan “hangat”
di kalangan politisi demokrat. Tak tanggung-tanggung berbagai eliet parpol yang
tergabung di setgab menyarankan agar PKS dikeluarkan dari Koalisi, Guna
merespon sikap tersebut. selasa (3/4/2012) SBY membuat rapat tertutup dengan
setgab untuk membahas sikap “pembangkangan” PKS.
Hasil
rapat masih belum “terungkap”, SBY masih diam, namun “suhu” politik pun terus
memanas. saling serang dengan aneka komentar pun kian gencar, tudingan yang di
alamatkan kepada PKS pun tidak bisa di elakkan. ada yang mengatakan PKS bermuka
dua, adapula yang mengatakan PKS sebaiknya keluar dari koalisi. komentar “sumbang”
terus bermunculan, namun hanya satu komentar yang kerap di keluarkan PKS, “kami
belum mengambil keputusan, dan tidak
mungkin kami mengambil keputusan dengan informasi yang beredar” kalau pun kami
dikeluarkan dari koalisi kami siap (mahfudz,
viva news kamis 5/4/2012).
Inti
dari komentar mahfudz adalah PKS tidak akan tarik diri dari koalisi, kanapa ?
karena PKS memiliki pertimbangan matang dalam menyikapin masalah ini. ada dua
pertimbangan yang bisa kita analisis pertama atas pertimbangan konstitusi, dan
kedua pertimbangan politik.
PKS
paham betul ketika dengan sendirinya keluar dari koalisi dengan menarik
kadernya dikabinet “berakti melanggar konstitusi” karena partai tidak punya HAK
konstitusi untuk manarik menterinya yang sedang bertugas membantu presiden.
Partai yang manarik menterinya dari kabinet, itu sama saja ingin membooikot
jalannya pemerintahan dan itu tidak sehat guna perjalanan pemerintahan (peryataan irman putra sidin, media
indonesia 1/4/2012).
Sikap
menunggu PKS dan bertahan atas “hujatan” yang di keluarkan setgab, akan
membangun image yang positif untuk partai ini. karena dalam “guncangan” politik
seperti ini, citra PKS sebagai partai yang di korbankan atas keberanianya untuk
menolak BBM dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat akan terbentuk.
PKS
harus mengelaborasi dirinya agar tampil bedah dengan partai islam lainnya,
elaborasi saat ini bukan harus melawan komentar dari demokrat. Yang harus lebih
di kaji justru bagaimana memainka isu dari “hujatan” yang di keluarkan
demokrat.
Elaborasi
ini penting ketika kita melihat data LSI mengenai popularitas partai politik
yang di rilis bulan maret 2012. berdasarkan hasil surve yang di rilis LSI, PKS
mengalami penurunan tingkat pemilih. PKS hanya menduduki posisi ketujuh,
merosot tiga poin dari pemilu legislatif 2009. Posisi seperti ini yang harus di
manfaatkan oleh PKS agar mampu menaikan tingkat pemilihnya.
Runyamnya
situasi yang di alami PKS akan berbuah manis ketika kader PKS mampu mengambil
inisiatif mendisain marketing politik di balik segala peristiwa ini, apalagi
ketika PKS benar-benarnya di keluarkan dari koalisi, PKS akan lebih mudah
mengambil hati pemilih yang “melankolis”. Dan ketenangannya ketika “dihujat”,
membuat PKS punya tempat khusus di hati rakyat.
Situasi
ini baru pertama kali di alami dalam sejarah perpolitikan di indonesia, belum
ada rujukan presiden mengenai langkah apa yang harus di lakukan. Namun dalam
aturan ketatanegaraan formal jelas presiden memiliki hak prerogratif, dengan
hak ini presiden memiliki hak untuk mengangkat dan memberentikan menteri.
Bahkan presiden tidak perlu meminta persetujuan parlemen dan menteri yang
bersangkutan.
Tetapi
yang mesti di ingat adalah sistem presidensial “banci” yang dianut indonesia, dengan
banyaknya partai politik. Presiden harus menjaga koalisi kalau ingin
kekuasaannya stabil, hal inilah kemudian yang membuat SBY masih diam dan berpikir
dengan segalah pertimbangan. ketika PKS menjadi oposisi peluang untuk
menjatuhkan SBY sangat terbuka lebar, pertarungan politik akan semangkin
memanas.
Komunikasi eliet solusinya.
Setuasi ini sebenarnya normal dan
wajar, tidak ada yang seharusnya yang dibesarkan. Situasi saat ini menjadi
panas kerena persoalan ini “digoreng” oleh media massa. Tentunya media massa
memiliki kepentingan untuk memberitakan kasus ini ke publik, karena kasus ini merupakan
“hot issue”.
Yang menjadi persoalan tidak hanya
aturan ketatanegaraan legal formal, atau prinsip-prinsip dalam berkoalisi,
namun saat ini yang menjadi masalah adalah perkembangan komunikasi antara PKS
dan SBY.
Pertemuan SBY dengan setgab selasa
(3/4/2012) tanpa mengundang eliet PKS merupakan sebuah bukti bahwa komunikasi
antara SBY dan PKS tidak berjalan dengan baik. masalah ini dapat di minimalkan jika
SBY atau PKS mau mengambil inisiatif untuk membangun hubungan komunikasi.
Jika PKS bertemu SBY, kemudian PKS
menjelaskan alasanya menolak kenaikkan BBM secara “gamblang”. Dan SBY juga
mengungkapkan landasan kebijakannya untuk manaikkan harga BBM, dan
kekecewaannya dengan PKS yang kerap kali sering bersebrangan dengan kebijakan
yang di lakukan pemerintah. Tentu hubungan komunikasi ini akan lebih baik
ketimbang SBY diam dan membiarkan “perang” opini di media.
Yang harus di ingat oleh SBY dan PKS
adalah persoalan yang di hadapi bangsa ini sudah cukup banyak. Terbinanya komunikasi
antar eliet mungkin belum dapat menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Tetapi
terbinanya komunikasi yang baik antara kedua eliet, setidaknya mengurangi
kisruh yang ada saat ini.
Penulis adalah staf devisi HAM dan
LINGKUNGAN di Komuditas Demokrasi Aceh Utara (KDAU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar